Rabu, 24 Agustus 2011

Mengapa Hatimu Begitu Keras Dan Hidupmu Terasa Kacau?

Dunia, lagi- lagi dunia, mengeraskan hati bagi jiwa- jiwa yang lalai. Menundukkan ketegaran bagi pemegang iman yang lemah dan mengacaukan pikir manusia berhati gersang.

Episode selanjutnya, adalah kesempitan dada, hidup penuh dengan goncangan, dan tidak pernah merasakan ketenangan dan kedamaian sama sekali. Betapa kasihannya manusia seperti ini. Ibarat tenggelam dalam lautan luas tanpa batas, dia sama sekali tidak memiliki pegangan apapun, sampai akhirnya dia tenggelam dan... mati.

Tidaklah Allah memberikan hukuman yang lebih besar kepada seorang hamba selain dari kerasnya qalbu dan jauhnya dari Allah subhanahu wa ta'ala. Dan neraka adalah diciptakan untuk melunakkan hati yang keras.

Tengoklah betapa hati yang keras begitu sangat kering dan merongrong hidup manusia tersebut terus-menerus, sedang kegundahannya muncul terhadap segala sesuatu. Jiwanya pun terasa kosong, sehingga bagian tubuhnya yang lain ikut bercermin kepadanya.

Dengarkan lisannya. Dia bergerak tanpa berpikir. Bagai menyebar bulu keluar dijalan, sehingga dalam beberapa detik bulu- bulu itu hilang entah kemana. Ketika manusia tersebut berniat kembali untuk menemukan dan membersihkannya, hal itupun menjadi hal yang mustahil untuk dilakukan. Maka banyak tersakitilah hati- hati saudaranya karena ketajaman kata dari lidah yang tiada berdzikir.

Lisan adalah anak kandung hati. Lisan mengikuti hati. Hati yang keras adalah hati yang kosong dari berbagai nasehat yang baik, dan akan menjadi buta karenanya. Dan bila seseorang telah buta hatinya maka ia akan semakin jauh dari cahaya Illahi.

Begitulah gambaran jelas ketika kekerasan hati sudah terlanjur menancap dan akhirnya si manusia hanya menjadi budak dan bulan- bulanan nafsu, sedang setan sebagai pengemudinya. Naudzubillah...

Maka tidak adalah keraguan atas firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman Dalam Az Zumar 22 : "Maka celakalah bagi mereka yang keras qalbunya dari berdzikir kepada Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata."

Sungguh betapa betapa kasihan manusia- manusia itu...

...Tidaklah Allah memberikan hukuman yang lebih besar kepada seorang hamba selain dari kerasnya qalbu dan jauhnya dari Allah subhanahu wa ta'ala. Dan neraka adalah diciptakan untuk melunakkan hati yang keras...

Saudaraku...

Dalam sendiri, jujurlah pada diri, apakah kau merasa jauh dari Allah? Jika ya, mungkin saja keadaan hatimu sudah sedemikian mengeras. Dan pantaslah jika kau bersedih, sebab hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang paling keras, dan jika hati sudah mengeras maka indrawi pun terasa gersang. Hatimu yang keras bisa saja ditimbulkan oleh empat hal yang dilakukan melebihi kebutuhan: makan, tidur, bicara, dan pergaulan.

Maka Berhentilah!...

Sudahilah derita penyiksaan atas dirimu sendiri itu!Sudahilah semua kekacauan hidupmu yang diakibatkan kekerasan hatimu ini! Tidakkah kau kasihan melihat sampai seperti itu kau mendholimi dirimu sendiri?

Menyerahlah!...

Karena hanya Allah yang akan mengeyangkan batinmu dengan kebahagiaan.Bukankah itu yang selama ini kau cari?. Menyerahlah kepada sang Maha Rahman, sumber kebahagiaan sejatimu.

Kembalilah!...

Kembalilah untuk berkelana mengarungi makna-makna Kalamullah dan ayat-ayat-Nya yang nampak di pelupuk matamu, dan kau pun akan menuai hikmah-hikmah yang langka dan faedah-faedah yang indah. Jika hatimu senantiasa disuapi dzikir dan disirami dengan berfikir serta dibersihkan dari kerusakan, maka kau pasti akan melihat keajaiban dan diilhami hikmah.

Bukankah selama ini kaupun tumbuh dalam kasih sayang dan kelembutan Allah sang maha rahman, lalu mengapa kau tetap harus berkeras hati menyebarkan kekerasan dan kekasaran hati dan lisanmu kepada sesamamu? Tidakkah dapat kau rasakan kasih dari Tuhanmu?

Bukankah Allah juga mengkaruniakan akal kepada kita untuk menjadi manusia berhati lembut dan penuh kasih sayang? Lalu mengapa kau masih berkasar hati? ataukah sudah karena saking terlalu banyaknya dosa yang menutup sehingga cahaya hati terlalu susah untuk menyinari lagi?

Saudaraku...

Tidak setiap orang yang berhias dengan ilmu dan hikmah serta memeganginya akan hidup dalam kebaikan. Kecuali jika mereka menghidupkan qalbu dan mematikan hawa nafsunya. Adapun mereka yang membunuh hatinya dengan menghidupkan hawa nafsunya, maka tak akan muncul hikmah dari lisannya.

Dan siapapun yang ingin mensucikan hatinya maka ia harus mengutamakan Allah dibanding keinginan dan nafsu jiwanya.

Kerapuhan hati kita adalah karena lalai dan merasa aman, sedang tenangnya batin adalah karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dzikir. Maka tengoklah dan belajarlah dari sebuah hati yang merasa zuhud dari hidangan-hidangan kenikmatan dunia, dia akan duduk menghadap hidangan-hidangan akhirat. Sebaliknya jika ia ridha dengan hidangan-hidangan dunia, ia akan terlewatkan dari hidangan akhirat.

Siapapun, siapapun yang menempatkan hatinya disisi Rabb-nya, ia akan merasa tenang dan tentram. Dan siapapun yang melepaskan hatinya di antara manusia, ia akan semakin kacau dan gersang hatinya.

Ingatlah! Kecintaan terhadap Allah tidaklah akan masuk ke dalam hati yang teramat mencintai dunia kecuali seperti masuknya gajah ke lubang jarum.

...Kecintaan terhadap Allah tidaklah akan masuk ke dalam hati yang teramat mencintai dunia kecuali seperti masuknya gajah ke lubang jarum...

Hati kitapun bisa sakit seperti halnya badan yang bisa terluka. Dan obat dari semua itu adalah dengan bertaubat. Hati pun bisa tumpul dan berkarat, seperti benda yang di umbar begitu saja tanpa ada perhatian untuk mengurusnya. Dan cemerlangnya semua itu adalah dengan berdzikir. Hati bisa pula telanjang sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah taqwa. Hati pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah mengenal Allah subhanahu wa taala, cinta, tawakkal, bertaubat dan tunduk patuh hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Saudaraku...

Betapapun kerasnya hidupmu sekarang, namun jagalah hatimu agar senantiasa lembut, mendamaikan dan menyejukkkan, paling tidak untuk dirimu sendiri dahulu. Ketahuilah, bahwa hanya orang yang baik yang akan selalu dekat dengan kebaikan, dan kebaikan akan selalu mendekatkan kepada rahmat dan keberuntungan.

Jika Allah Subhanahu wa Wa'ala cinta kepada seorang hamba, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memilih dia untuk diri-Nya sebagai tempat pemberian nikmat-nikmat-Nya, dan Ia akan memilihnya di antara hamba-hamba-Nya, sehingga hamba itu pun akan menyibukkan harapannya hanya kepada Allah. Hatinya senantiasa dengan berdzikir kepada-Nya, anggota badannya selalu dipakai untuk berkhidmat kepada-Nya.

Wahai jiwa.. tunduklah! Tunduklah kepada sang penguasa langit dan bumi, sang pemegang nyawa dan ubun- ubun manusia,sang penggerak dan pencipta jagad raya. Tunduklah dalam keikhlasan dan kepasrahan kepadaNya.

Wahai jiwa.. damailah! Damailah dalam kelembutan dan kebaikan sebagai cerminan rahmat dari sang maha Penyayang kepada hamba- hambanya yang senantiasa memenuhi celah kosong mereka dengan keagungan dan keperkasaanNya yang Abadi.

(Syahidah/Voa-islam.com)

Sabtu, 20 Agustus 2011

Sejenak Melongok Isi Hati Para Gay Dan Lesbian

Nggak pernah dulu waktu dijaman dalam kandungan juga, gue minta jadi banci kya gini. Gue bukannya nggak ngerti dosa say, siapa sih yang mau jadi banci gini. Duuuhh rempong deeh. Mo pake rok salah, pke clana apalagi. Kalo bahasa kita-kita sih ngikutin tuntutan naluri ajah, ngalir ajah. Nggak tahu juga ya, masa` tuhan yang maha kuasa naruh ruh gue dibadan yang salah, yah kalo kita sih cuma bisa nyalahin tuhan say, walo kita tahu mana mungkin tuhan ampe salah ya, hee... yah cuman sekedar ngelegain rasa nyesek diati ajah.

Berat say, berat banget. Musti dimusuhin kiri kanan, diusir dari keluarga, dibilangin manusia jadi- jadian pula. Tapi mau gimana lagih, ya gue mau nggak mau nerima lah. Tapi yang kita- kita heran yah, orang- orang yang ngaku normal en baik yang ada malah bukan ngerangkul gue, paling nggak kasih apa gitu. Bukan apa- apa say, tarohlah mereka jijik ma gue ini, yah emang kita kotor sih, tapi mereka kan pada ngaku kalo orang- orang normal gitu katanya, lurus- lurus aja, tapi setelah ngeliat sikap mereka, gue sendiri nggak bisa ngebedain dia sama gue.

Maksudnya, yah gue kan udah kaya' gini ya mereka kudu lebih baik donk kalau ngaku baik. Eh yang ada malah nyiksa gue, ngatain gue sampah lah, makin eneg liatnya. Apa sih beratnya nanya dulu ama gue, `kenapa, mengapa` ato pertanyaan kasih sayang laennya, kita ngomong baek- baek, nasehatin gue baik- baik. Pasti ada sebabnya say, knapa gue jadi kya gini sekarang. Gue pengen berubah, asal ada yang paham en sabar nuntun gue en temen- temen.

Oke kalo orang bilang gue hina, tapi trus kalo mereka yang jahat ke gue itu apa? apa yang mereka lakuin itu juga nggak lebih jahat? Gue jadi kaya gini, bukan cuman cobaan buat gue, tapi cobaan juga buat mereka donk say. Masak tuhan cuman pengen liat gue baik, tuhan juga pengen pasti liat mereka lebih sabar donk dalam ngedidik gue. Gue mau kok kalo ada yang ngajarin gue, cuman masalahnya tuh orang yang pada ngaku-ngaku baek, ternyata nggak sabar, en mau gue berubah cuman dalam sekali duduk, pan susah say.

Bunuh aja gue, tapi apa itu bakal ngubah teman- teman gue yang lain, dari kehidupan yang selama ini mereka jalanin?. Jujur, siapa yang mau hidup kya gini say, takut gue kalo tiba- tiba ntar gue mati kya gimana dong? gue en temen- temen cuman butuh orang yang dengan santun, arif dan sabar yang bisa nunjukin salah kita. Bodoh ya, salah sendiri aja kok nggak bisa nyadar en kliatan gitu. Hee...Ya emang kita bodoh, mangkanya kita butuh dituntun. Asli, gue bukannya nggak sadar kalo ni dosa, tapi gimana ya mata hati rasanya dah ketutup. Mangkanya kita- kita butuh bantuan buat ngebuka hati. Susah say, susah bener buat kita nih.

Gue nggak marah kalo ada yang bilang `anjing cowok aja nggak kan mungkin suka ama anjing cowok`. Gue sepenuhnya tau rendahnya kya apa hidup bgini. Tapi gue bingung mau ngebilangnya say, cuman apa mereka juga bakal kuat kalo mereka yang melakoni hidup kya gue. Mangkanya kita semua ini butuh bantuan, jangan hanya maki- maki gue. Gue sendiri sediih say.

Kadang gue sedih ngeliat orang- orang kaya. Kaya kok dinikmatin ndiri, mpe kita kudu kerja jadi bencong ginian cuman buat makan. gue ama koruptor hina mana sih say? gue cuman nyakitin diri sendiri, anggap ajah gitu. Tapi mereka pan ngambil segitu banyak harta orang en buat orang lain miskin. Amit- amit dah orang kya begitu.

Okay, kembali ke yang tadi ya say, Gue en temen- temen juga punya niat berubah kok. Asli kita mau berubah, tapi ya gue juga butuh proses donk, percuma kalo gue cuman baek tapi karbitan. Kalo aja mereka ngerti gue juga dalam rangka ngebantah keinginan gue buat tetap jd kya begini say... Kalo kata Allah ya, hidayah itu cuman mutlak Dia yang bisa beri, lo mau nggak doain gue biar gue juga bisa jadi orang baek en hidup normal kaya` yang laen- laen. Pake sarung ke masjid, en suka ama perempuan. Temen- temen gue yang lain juga kembali pake mukena en bisa merit sama cowok, yang normal- normal ajah gitu pokoknya...kalo tuhan udah berkehendak katanya apapun bakalan jadi kan say... doain kita ya, doain kita. Bantuin kita...

(Syahidah/voa-islam.com)

Manajemen Mengeluh yang Positif dan Islami

Tidak bisa dipungkiri, makhluk yang namanya manusia pasti pernah mengeluh. Disadari atau tidak, mengeluh sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup. Hanya saja, frekuensi dan kualitas keluhannya yang membedakan antara satu personal dengan personal lainnya. Biasanya perbedaan ini terkait dengan tingkat pemahaman dan cara pandang seseorang tentang suatu masalah yang sedang ia hadapi. Sabar, ikhlas dan seberapa besar keinginan untuk merubah sebuah keadaan menjadi lebih baik, biasanya akan meminimalisir keluhan. Sebaliknya, sikap apriori, pesimis dan berburuksangka terhadap kejadian yang sedang menimpa secara otomatis akan memunculkan keluhan-keluhan yang alih-alih mendapatkan penyelesaian, malah akan menambah ruwet dan bisa jadi menambah masalah baru.

Mengeluh sejatinya perwujudan dari rasa tidak puas, tidak ikhlas menerima sebuah ketentuan yang terjadi, baik dari segi materi dan non materi. Ketika sakit berkeluh-kesah, macet mengumpat, banjir atau kekeringan mengambinghitamkan orang lain. Atau ketika ditimpa musibah menghardik Tuhan tidak adil, gaji kecil, belum punya rumah dan kendaraan pribadi acap menyalahkan suami (bagi para istri) atau anak-anak nakal dan bermasalah tidak jarang menyalahkan istri (bagi para suami). Ya, sebagian contoh kecil tersebut adalah manifestasi dari rasa tidak puas.

Belum lagi kita saksikan fenomena di negeri yang kita cintai ini. Berita di televisi mayoritas menyuguhkan tentang aksi demo dan kekerasan, kerusuhan di mana-mana, tindak kriminal, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi-kolusi dan nepotisme dan banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan pada satu hal: ketidakpuasan! Sebuah potret masyarakat yang diwarnai dengan berbagai keluhan.

Lalu, sebagai seorang yang mengaku muslim dan punya tuntunan yang jelas tentu saja kita tidak akan membiarkan diri kita terperosok lebih jauh ke dalam perbuatan yang sesungguhnya dibenci oleh Allah SWT. Kenapa dibenci oleh Allah SWT? Karena sesungguhnya Allah SWT menyukai hamba yang senantiasa bersyukur dengan segala ketentuan dan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan.

Melihat fakta yang mayoritas bahwa manusia tidak pernah lepas dari keluh-kesah maka sangat penting bagi setiap muslim/muslimah mempunyai manajemen yang tepat agar tidak terpeleset dalam keluh-kesah yang tidak diperbolehkan dan pandai menyikapi setiap kejadian yang dihadapi dengan mengacu kepada teladan kita Rasulullah SAW.
Mengeluh adalah indikasi tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya” (Qs An-Nahl 18).

Ketika seseorang hanyut dalam keluhan, pancainderanya pun tak mampu lagi memainkan perannya untuk melihat, mendengar, mencium dan merasakan nikmat yang bertebaran diberikan oleh Allah SWT tak henti-hentinya. Hatinya serta merta buta dari mengingat dan bersyukur atas nikmat Allah yang tiada terbatas. Itulah sifat manusia yang selalu mempunyai keinginan yang tidak terbatas dan tidak pernah puas atas pemberian Allah kecuali hamba-hamba yang bersyukur dan itu hanya sedikit.

Pada zaman Sayyidina Umar Al-Khatthab, ada seorang pemuda yang sering berdoa di sisi Baitullah yang maksudnya: “Ya Allah! Masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit.”

Doa beliau didengar oleh Sayyidina Umar ketika beliau (Umar) sedang melakukan thawaf di Ka’bah. Umar heran dengan permintaan pemuda tersebut. Selepas melakukan thawaf, Sayyidina Umar memanggil pemuda tersebut dan bertanya: “Mengapa engkau berdoa sedemikian rupa (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tidak ada permohonan lain yang engkau mohonkan kepada Allah?” Pemuda itu menjawab: “Ya Amirul Mukminin! Aku membaca doa itu karena aku takut dengan penjelasan Allah dalam surat al-A’raf ayat 10, yang artinya: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur” Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit, (lantaran) terlalu sedikit orang yang tahu bersyukur kepada Allah,” jelas pemuda tersebut.

Semoga kita menjadi hamba-hamba yang dikategorikan sedikit oleh Allah dalam ayat tersebut. Dengan selalu menjaga ikhlas dan sabar terhadap segala kejadian atau ketentuan yang diberikan oleh Allah. Dan berprasangka positif bahwa apa yang telah terjadi adalah yang terbaik menurut Allah, sehingga hanya rasa syukur saja yang terlintas di benak, terucap di bibir dan terlihat dari tindakan karena sesungguhnya jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat-Nya dan jika kita ingkar, sesunggunya azab Allah sangat pedih (Qs Ibrahim 7).
Mengeluhlah hanya kepada Allah SWT

Ketika sebuah kejadian yang tidak diinginkan menimpa seseorang, katakanlah ditimpa sebuah masalah yang berdampak menitikkan air mata, menyakitkan hati, membuat kepala berdenyut-denyut dan menjadikan seseorang itu merasa diberi ujian yang sangat berat dan tidak sanggup mengatasinya sendiri, sebuah tindakan manusiawi jika ia membutuhkan orang lain dalam penyelesaian masalahnya. Lalu, benarkah tindakannya jika ia mengeluhkan masalahnya kepada orang lain?

Rasulullah SAW pernah mengalami sebuah kondisi yang jauh dari yang beliau inginkan. Para kaum musyrikin mengabaikan seruannya dan juga mencampakkan Al-Quran. Mereka telah mengacuhkan Al-Quran dalam beberapa bentuk di antaranya: mereka tidak mau mengimani Al-Quran, mereka tidak mau mendengarkan Al-Quran, bahkan mereka menolaknya dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah ucapan dan bualan Muhammad si tukang syair dan sihir. Kaum musyrikin juga berusaha untuk mencegah orang-orang yang berusaha mendengarkan Al-Quran dan dakwah Rasulullah SAW.

Dalam kondisi tertekan tersebut Rasulullah SAW mengeluh dan mengaduh hanya kepada Allah SWT seperti yang terkandung dalam Al-Qur'an surat Al-Furqan 30, yang artinya: “Dan berkatalah Rasul: Ya Tuhanku! Kaumku ini sesungguhnya telah meninggalkan jauh Al-Quran”.

Begitu pula dengan nabi Ya’qub dan Nabi ayub, sebagaimana firman Allah dimana Nabi Ya’qup berkata, yang artinya, “Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah“ (Qs. Yusuf 86).

Dan Nabi Ayub AS, yang disebutkan Allah dalam firman-Nya, bahwa Ayub berkata, yang artinya: “Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau (Allah) adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” (Qs Al-Anbiya’ 83).

Sebaiknya, mengeluhlah hanya kepada Allah SWT, karena sesungguhnya semua kejadian sudah menjadi sebuah ketentuan-Nya dan hanya Dia-lah sebaik-baik pemberi solusi. Tetapi dalam kondisi-kondisi di mana seseorang mengeluh (sharing) tentang masalahnya kepada orang yang ia yakini amanah dan dengan catatan untuk mendapatkan penyelesaian, maka dalam hal ini sebagian ulama memperbolehkan.

Ibnu Qayyim dalam ‘Uddatu Ash Shabirin menyatakan bahwa menceritakan kepada orang lain tentang perihal keadaan, dengan maksud meminta bantuan petunjuknya atau pertolongan agar kesulitannya hilang, maka itu tidak merusak sikap sabar; seperti orang sakit yang memberitahukannya kepada dokter tentang keluhannya, orang teraniaya yang bercerita kepada orang yang diharapkannya dapat membelanya, dan orang yang tertimpa musibah yang menceritakan musibahnya kepada orang yang diharapkannya dapat membantunya.
Membiasakan diri dengan mengeluh positif

Mengeluh positif? Spontan pasti muncul pertanyaan ketika membaca sub judul berikut. Iya, ternyata mengeluh tidak selalu berkonotasi negatif. Tidak sabar menghadapi ujian, kurang ikhlas menerima ketentuan dan hasad/iri pada orang lain acap kali membuat diri menjadi tidak berdaya sehingga mengeluarkan kata-kata yang bermakna tidak puas yang merupakan perwujudan dari mengeluh. Tetapi, jika seseorang hasad/iri terhadap kebaikan dan amal shalih orang lain yang membuat dirinya termotivasi untuk berbuat hal yang sama bahkan lebih tanpa mengurangi/menghilangkan kebaikan orang lain tersebut maka hasad model ini dikategorikan sebagian ulama sebagai hasad yang positif.

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh, yakni adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.

Jadi, marilah kita sama-sama membekali diri dengan ketaatan hanya kepada Allah SWT dengan cara senantiasa mendekatkan diri pada-Nya. Tidak pernah puas untuk mengkaji ilmu-ilmu-Nya agar dalam setiap desahan nafas selalu mengaitkan dengan hukum-hukum-Nya.

Jika ada niat dan tekad dengan sungguh-sungguh, insya Allah ikhlas dan sabar akan menjadi perhiasan yang akan mewarnai akhlak kita sehari-hari dan kita dihindarkan dari lisan dan sikap yang sering berkeluh-kesah. Cukuplah mengeluh positif dalam genggaman, yaitu mengeluh dalam rangka bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga dapat meraih derajat takwa yang sesungguhnya. Wallahu a’lam. [Nani Agus/voa-islam.com]

Jangan Bersedih ! Yakinlah, Allah Lebih Tahu Tentang Kebutuhan Kita

Kadang kita memaki keadaan karena tidaklah sesuai dengan selera kita.Kadang kita menyalahkan Allah atas sesuatu hal buruk yang menimpa kita.

Seperti ketika sepasang suami istri yang sedang berkonflik. Mereka akan dengan mudah menyalahkan satu- sama lain. Si suami mungkin tidak menyenangi salah satu sifat istri, pun demikian halnya dengan sang istri. Rasanya hati sudah penuh sesak dengan amarah, kesedihan dan kesempitan. Ingin rasanya memaki, atau paling tidak mengeluarkan uneg- uneg yang ada. Namun sering kali kemauan itu masih tertahan dengan masih adanya iman.

Sejenak mari kita renungkan. Di dunia ini ada bermilyar manusia yang mungkin bisa menjadi pasangan kita. Namun, Allah akhirnya mempertemukan kita dengan pasangan kita saat ini, dan bukan dengan yang lain. Pastilah semua itu bukan hanya karena kebetulan belaka. Ada skenario dan pelajaran takdir yang bisa sama- sama kita pelajari. Hal tersebut tidak lain adalah untuk menjadikan diri kita lebih baik dari pada sekarang ini.

Kekurangan yang dimiliki istri ataupun suami, adalah pelengkap bagi kelebihan yang lain. Namun sering kali batin manusia menyeru untuk melirik kelebihan manusia lain selain istri atau suami mereka. Hal itu karena mereka mungkin sejenak ingin meredakan diri dan mendamaikan hati atas sebuah kekesalan. Maka ada istilah, "Rumput tetangga lebih hijau dari pada rumput sendiri".

Pernahkah kita membaca, padahal jika hati kita telah ikhlas menerima ketetapan Allah, "Rumput sendiri" yang mungkin tidaklah lagi hijau, justru yang telah berjasa "menghijaukan" kita. Betapa tidak, dari kekurangan pasangan kita, kita belajar lebih bijaksana, kita belajar sebuah pemakluman dan belajar sebuah kesabaran. Dan dari kelemahan diri kita sendiri, kitapun belajar sebuah perbaikan, kita belajar meminta maaf dan belajar menghindari kesombongan.

Dan Allah lah yang paling tahu tentang kebutuhan kita, kebutuhan untuk menjadikan kita manusia lebih baik, kebutuhan untuk menjadikan kita sangat lebih baik dari pada hari ini.Dan kebijaksanaan Allah tersebut hanya dapat dipahami oleh para jiwa- jiwa yang ikhlas,hati- hati yang lembut, dan para hamba yang mau belajar dan mempelajari hikmah kehidupan.

Cerita lain yang seringkali menghinggapi batin kita dengan kegelisahan adalah ketika kehidupan disudutkan pada sebuah kekurangan terutama dalam hal materi. Terkadang, karena hal itu pula, aturan halal dan haram pun menjadi sangat susah sekali untuk tetap digenggam erat. Tak jarang, segala cara kita lakukan demi sebuah kelebihan dan keluasan untuk memerdekakan hati yang sedih.

Saudaraku, percayalah kesempitan atau keluasan itu, bukan terletak dari seberapa banyak atau sedikit materi yang kita punya, tapi hanyalah masalah tentang penyikapan hati kita. Banyak dari saudara kita yang sekarang dalam keluasan rejeki, namun mereka pun masih gusar tentang bagaimana cara bahagia untuk sesuatu sangat simple. Berkumpul dengan keluarga misalnya. Mungkin mereka menilai bahwa kita yang biasa- biasa sekarang ini adalah lebih beruntung dan bahagia. Sadarkah kita jika saja saat ini kita diberi kelebihan dan keluasan dalam hal apapun oleh Nya, apakah masih akan ada waktu tersisa untuk sekedar menyapa Allah sang Maha Rahman, apakah masih ada sejenak akses untuk mengingatnya seperti dalamnya kemohonan kita saat kita memanjatkan doa saat sempitnya kehidupan?. Sungguh Allah lah pencipta kita, dan Dia lebih tahu detail pastinya tentang apapun dari kemampuan kita, melebihi diri kita sendiri.

Subhanallah, dalam berbagai hal, yang negatif dalam pandangan kita sekalipun, ternyata disana tersimpan kasih sayang dari Sang Maha Mencintai.

Jangan pernah sesali apa yang telah kita dapatkan atau yang telah lepas dari genggaman. Jika sebelumnya kita telah melakukan usaha yang terbaik, maka hasil akhir yang Allah beri itulah, upah yang terbaik untuk kita.

Tidak semua keinginan di dunia ini terpenuhi atau dipenuhi secara sempurna oleh Allah sang maha rahman. Semua tentu bukan berdasar tidak adanya kasih sayang dari Nya. Namun semua adalah pasti dan tentu saja yang terbaik untuk kita. Allah yang memegang ukuran atas kita. Dan hal itu hanya dapat dipahami oleh batin yang percaya dan tetap percaya pada Allah dalam keadaan apapun.

Saudaraku yang dirahmati Allah, sungguh, Allah lah yang maha penyayang atas hamba- hambaNya.

Dan Allah lah yang paling tahu tentang kebutuhan kita, kebutuhan untuk menjadikan kita manusia lebih baik, kebutuhan untuk menjadikan kita sangat lebih baik dari pada hari ini.Dan kebijaksanaan Allah tersebut hanya dapat dipahami oleh para jiwa- jiwa yang ikhlas,hati- hati yang lembut, dan para hamba yang mau belajar dan mempelajari hikmah kehidupan.

(Syahidah/Voa-islam.com)

Dialah Istri Kesayanganku

Saat pertama kali dia datang sebagai ratu di rumahku, aku terkesan ketika memandangnya. Memang tidaklah terlalu cantik atau teramat istimewa, namun ada sesuatu yang begitu mengusikku. Berbeda, sangat berbeda, dia berbeda dengan perempuan kebanyakan.

Matanya tidaklah lentik, namun sangat memancarkan keteduhan. Tampilannya pun biasa, bukan penuh permak atau berlapis bedak. Sangat natural ketika dilihat. Tapi sekali lagi aku merasakan sebuah keanehan saat bersama perempuan ini. Dia yang selalu menggandeng kesejukan hati dalam setiap aku mengingatnya. Keharuman damai yang akan terasa tersebar dalam lingkungan yang melingkupinya. Terutama kepadaku.

Alunan kalimatnya tidak terlalu banyak menggambarkan kata, hanya sesaat, namun penuh makna. Mengajak siapa saja yang mendengarnya berpikir dan merenung. Sama sekali tiada kalimat tersia- tersia tanpa berkah. Tiada kekasaran apalagi cacian yang menghapus elegannya seorang wanita.

Aku memperhatikan, saat dia berjalan, dan saat dia bekerja, dzikrullah selalu terlantun mengiringi langkah kakinya. Perumpamaan tapak kaki yang penuh dengan bekas bunga, meninggalkan keharuman bagi detik- detik yang berlalu dengan penuh kedamaian. Semua terasa sangat indah bagi pasang mata yang menyaksikan.

Aku memperhatikan, saat dia sedih ataupun bahagia, yang terjadi hanya sekedarnya. Tidak terlalu dia larut dalam pada keduanya.

Akupun juga memperhatikan, saat terdalam baginya adalah ketika terbenam kepalanya dalam sujud dan kedekatan yang sangat dengan sang maha Rahman. Tiada waktu ataupun celah yang dapat mengusiknya karena keindahan kedekatan hubungan dengan sang maha Pencipta. Aroma kedamaian ini pula yang akhirnya disebarkanya ke seluruh bagian rumah.

Siapa yang dapat menandingi kesantunannya dalam menghormati aku, lihatlah betapa ketundukan melingkupi ruang batin dan raganya. Sampai- sampai aku mulai sungkan untuk lebih memerintahnya ini dan itu.

Ingin rasanya marah kepadanya, saat dia menerima nafkah dariku yang seadanya, malah dengan sebuah kebanggaan dan kesyukuran yang sangat. Tak ada, tak ada sama sekali tuntutan atas sebuah ego duniawi, yang ada malah semangat yang diberikannya kepadaku hari demi hari demi sebuah tanggung jawabku sebagai kepala keluarga. Ketabahannya mendampingiku, merupakan sebuah cambuk yang membuat aku semakin malu saat aku tak dapat lebih membahagiakannya.

Dialah perhiasan paling berharga, ratu tercantik yang membuat biadadari cemburu kepadanya. Tanpanya rumahku seakan tiada lagi berharga. Dia mendidik anak-anakku dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.

Mungkin aku dapat menyebut diriku sebagai lelaki yang begitu sangat beruntung di dunia. Ya, apalagi kebutuhan seorang suami yang lebih besar dari pada pengertian, penghargaan dan kesabaran pendamping belahan jiwanya. Dan tiada kesedihan yang lebih besar bagi para suami selain akhlak buruk, dan hilangnya penghargaan serta ribetnya tuntutan dari istrinya.

Ah, rasanya ingin aku umumkan kepada dunia bahwa aku merasa telah sangat lengkap dan begitu bahagiasebagai lelaki. Akan aku jaga baik- baik wanita bidadari surgaku ini. Karena Dialah istri kesayanganku.

(Syahidah/Voa-islam.com)

Mengapa Aku Belum Berjilbab?

Mengapa belum berjilbab? Kalo ditanya satu pertanyaan ini, jawabnya sih macem- macem. Mule dari prasaan masih kepengen gaya, ato ketakutan kalo orang naruh high expectasi tentang pengetahuan agama yg kudu gede ke kita. Selain itu may be dari kamu mrasa kudu ngaca diri, ntah karena sholatnya bolong-bolongnya masih parah banget, ato karena urusan masih punya pacar, dll, dsb. Seribu satu alasan niy yang bikin ragu2 dan jadi alasan paling kuat dari sebagian besar cewek- cewek muda yg ingin berjilbab.

Tapi kalo ditanya, apa kamu islam? pasti jawabnya iya. Girls, semua yang ada di dunia pasti penuh dengan konsekwensi. Jadi orang islampun juga kaya' gitu. Saat kita bersyahadat, bersumpah kalo tidak ada tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, brati kita udah ikrar kalo kita akan patuh pada semua aturan en batasan yang dibuat Allah Subhanahu Wata'ala dan yang ada dalam sunnah Rasulullah Salallahu alaihi Wassalam. Nggak pake nawar apalagi ngeles, hee..

Coba deh switch pemikiran kamu, bayangin gimana kalo orang idup, apalagi kita yang muda- muda ini, idup tanpa ada batasan. Bebas aja, tralala trilili. Pertama sih mungkin ngerasa bakalan enjoy ajah, tapi akhir- akhirnya pasti bakal nyesel. Bukan apa- apa sob, emang udah takdir dari sononya, yang namanya manusia hidup butuh aturan, kalo nggak yach apa bedanya sama hewan. Aturan tuh bukan buat ngikat apalagi nyiksa, tapi muliain manusia.

Kalo masih ragu tentang jilbab kamu, coba deh berpikir positif skali lagi. Jilbab bukan menyiksa apalagi paksaan buat kamu. Tapi alhamdulillah walo cuman sekedar kain, itu bisa semacam alarm berjalan kamu yang justru bakal ngingetin kalo mau maksiat. Hidup dalam aturan tuh sebenarnya nikmat, en nggak mengekang. Dan satu- satunya yang terkekang dari aturan itu adalah nafsu kamu.

Dengan pakai jilbab kamu akan lebih mudah dikenali sebagai seorang muslimah. Jangan minder dengan identitas diri yang kamu punya. itu kebanggaan loh.Simbol dari kamu yang udah taat ato mungkin baru belajar taat, bukan cuman sama ortu tapi sama Zat yang udah ngebentuk kamu jd secantik sekarang. Belum lagi penilaian kalo pengendalian diri kamu brati udah ada sementara yang laen malah milih seenak nafsu mereka sendiri. So, kamu lebih baik kan?

Dan siapa bilang kalo dengan pake jilbab brati kita memangkas potensi diri? Ah udah nggak jaman banget punya pikiran bgono sob. Contoh udah banyak, nggak kudu disebutin satu- satu. Nggak di tipi ato may be di lingkungan sekitarmu, pasti kamu udah bisa menilai sendiri kan.

Apa kamu juga masih bingung soal konsekuensi pengetahuan agama yang kudu gedhe kalo udah berjilbab? jangan kawatir dah. Yang namanya belajar kan proses non, nggak bisa sekali duduk langsung langsung Ting! paham gitu. Khayalan banget tuh. En Sepintar- pintarnya manusia nggak kan mungkin melebihi dalamnya ilmu Allah. Kalo ada manusia laen yang ngerasa dirinya lebih pintar dari kamu trus ngejek ato ngerendahin kamu, nggak usah minder lagih, tu brarti dia juga belum banyak berilmu. Nggak ada cerita orang yang berilmu dan takut sama Allah akan sombong sob.

Bener deh, hidayah itu indah banget teman. En kamu baru bisa ngrasain indahnya kalo kamu ndiri terlibat didalamnya. Dan syarat biar kita ngedapet hidayah, trus ringaan banget nglakuin kebaikan, cuman satu. Kita kudu ikhlas nglakuin semua karena Allah. Coba deh, buang prasaan nggak mau tau ato sekedar nafsu dunia kita bentaran ajah. Kita bahas sedikit tentang ini. Bayangin ajah gimana kalo orang yang diperintah boss nya yang udah ngegaji dia, ngasih dia banyak hal, belum lagi berjasa banget dalam hidup dia, tiba- tiba pas itu boss perintahin dia sesuatu, tapi aja masih juga tuh orang ngeles dengan alesan yang nggak mutu. Bayangin pasti bakal marahnya kaya' apa coba. Orang juga bakal menilai nggak tau trimakasih en kurang ajar banget kan tuh orang. Fiuuh, tuh baru manusia dengan manusia, trus pgimana crita kalo tuh adalah antara kita dengan Allah, sob. Bisa mikir ndiri kan klanjutannya.

Bisa ngitung nggak, sbanyak apa yang udah dikasih Allah ma kita?. Pasti dijamin 100% nggak bakalan abies kalo di itung. Trus kembali ke soal perintah pke jilbab, mungkin nggak kalo yang Maha Penyayang tiba- tiba cuman mau nyengsaraain kita dengan semua tuh. Pecaya aja dah, asli, perintah Allah nggak akan ngejahatin apalagi nyiksa kita, yang ada malah kita sendiri yang sering kali nggak cukup baik ngejaga diri kita.

Allah yang paling muliakan kita, lebih dari diri kita sendiri. Allah juga yang paling ada buat kita saat siapapun nggak ada buat nemenin kita.

Kadang kita lebih banyak ngedahuluin akal en prasaan plus prasangka- prasangka yang nggak mutu en belon valid kebenarannya. Ya gitu dey, kebukti kan, kalo setan nggak bakal rela liat kita baek. Dikasih aja was- was ketakutan en kecerdasan buat ngeles dengan seribu satu alesan. Tapi ujung-ujungnya pasti deh, kerugian juga bakal balik ke kita lah, siapa lagih. So, cepet ambil keputusan yang terbaik buat idup kamu, lagian dah gedhe inih juga kan. Buktiin kalo kamu bisa Jadi pemimpin terbaik dari diri kamu sendiri, en buat kebanggan atas semua itu, buat diri kamu sendiri, girls. Good Luck!.

Jumat, 19 Agustus 2011

Begini ya

Setiap detik yg berlalu serasa menyiksa hati..gak ada rasa yg menenangkan diri..beginikah adat budaya mu...laen dan sangat jauh berbeda..kunilai begitu jauh dari sempurna..kayaknya cm kesenangan saja..aku merasa asing.